Ejaan
Ejaan yang
disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972.
Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Ejaan adalah seperangkat aturan
tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca
sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda
dengan kata mengeja.
Mengeja adalah
kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu
sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan
mengatur keseluruhan caramenuliskan bahasa.
Ejaan merupakan
kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman
bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah
rambu lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para
pengemudimematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib
danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa
dengan ejaan.
Sejarah
bahasa indonesia
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi ejaan, bahasa
indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah
perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan ini mulai berlaku sejak
bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini merupakan
warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.
2. Ejaan Suwandi
Setelah ejaan Van Ophuysen
diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan
ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
Bahasa Indonesia
dalam sejarah perkembangannya telah menggunakan beberapa ejaan, antara lain
ejaan Van Ophuiysen dan ejaan Soewandi. Akan tetapi, sejak 1972, tepatnya pada
16 Agustus 1972, telah ditetapkan dan diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan
(EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan
ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan pengejaan kata.
Pada 23 Mei 1972,
sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia
pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara
tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972,
berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan
Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi
Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan
buku panduan pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan".
Pada tanggal 12
Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.
Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.
0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan
antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
·
'tj'
menjadi 'c' : tjutji → cuci
·
'dj'
menjadi 'j' : djarak → jarak
·
'j'
menjadi 'y' : sajang → sayang
·
'nj'
menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
·
'sj'
menjadi 'sy' : sjarat → syarat
·
'ch'
menjadi 'kh' : achir → akhir
awalan 'di-' dan
kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di
rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara
'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya
C. Penulisan Huruf
Kapital
Pemakaian huruf
yang lazim dalam bahasa Indonesia adalah huruf kapital atau huruf besar dan
huruf miring, sedangkan huruf tebal tidak pernah diatur dalam pedoman EYD.
Uraian secara rinci tentang penulisan huruf kapital akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai
sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk.
Kita harus bekerja
keras.
Pekerjaan itu belum
selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya,
"Kapan kita pulang?".
Bapak
menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!".
"Kemarin
engkau terlambat," katanya.
"Besok
pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama Nabi/Rasul, dan kitab
suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah, Yang
Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Qur’an, Weda, Islam, Kristen.
Tuhan akan
menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah
hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafi’i
Nabi Ibrahim
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden
Adam Malik
Perdana Menteri
Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda
Udara Husen Sastranegara
Sekretaris
Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian
Jaya
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf
Supratman
Halim
Perdanakusumah
Ampere
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus hari
Natal
bulan Maulid
Perang Candu
hari Galungan
tahun Hijriah
hari Jumat tarikh
Masehi
hari Lebaran
Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara Kali
Brantas
Banyuwangi Lembah
Baliem
Bukit Barisan
Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan
Jayawijaya
Danau Toba Selat
Lombok
Daratan Tinggi
Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru
Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan
Suez
Jazirah Arab
Huruf kapital
tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah
tenggara
Huruf kapital
tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama
jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua unsur nama Negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Badan
Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden
Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital
tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
menjadi sebuah
republik
beberapa badan
hukum
kerja sama antara
pemerintah dan rakyat
menurut
undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu
Sosial
Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia
Rancangan
Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku,
majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari,
dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca
buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah
Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen
surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan
makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of
arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana
sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata petunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik,
dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
"Kapan Bapak
berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya,
"Itu apa, Bu?"
Surat Saudara
sudah saya terima.
"Silakan
duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan
datang.
Mereka pergi ke
rumah Pak Camat.
Para ibu
mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital
tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang
tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati
bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan
adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda
tahu?.
Surat Anda telah
kami terima.
D.
Penulisan Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
·
Tanda
titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
·
Tanda
titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
·
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
·
d.)
Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik.
·
e.)
Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
·
f.)
Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel dan sebagainya.
·
g.)
Tanda titik tidak dipakai dibelakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat surat.
2. Tanda Koma (,)
·
Tanda
koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
·
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
·
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mendahului induk kalimatnya.
·
Tanda
koma dipakai dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagipula, meskipun begitu, akan tetapi.
·
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o,ya, wah, aduh, kasihan, dari kata
lain yang terdapat di dalam kalimat.
·
Tanda
koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
·
Tanda
koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
·
Tanda
koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
·
Tanda
koma dipakai di bagian-bagian dalam catatan kaki.
·
Tanda
koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakan dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
·
Tanda
koma dipakai dimuka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
·
Tanda
koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
·
Tanda
koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.
·
Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan lansung dari bagian kalimat yang
mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru.
3. Tanda Titik
Koma (;)
·
Tanda
titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan
setara.
·
Tanda
titik koma sebagai pengganti kata pengubung untuk memisahkan kalimat yang
setara di dalam kalimat majemuk.
4. Tanda Titik Dua
(:)
·
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
atau pemerian.
·
Tanda
titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
·
Tanda
titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
·
Tanda
titik dua dipakai (i) diantara jilid atau nomer dan halaman, (ii) di antara bab
dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan,
serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
5. Tanda Hubung
(-)
·
Tanda
hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
·
Tanda
hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan
bagian kata didepannya pada pergantian baris.
·
Tanda
hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Angka “2” sebagai tanda ulang hanya
digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
·
Tanda
hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tunggal.
·
Tanda
hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian kata atau ungkapan
dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
·
Tanda
hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv)
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap.
·
Tanda
hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa Asing.
6. Tanda Pisah (-)
·
Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangunan kalimat.
·
Tanda
pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
·
Tanda
pisah dipakai diantara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai ke’ atau
‘sampai dengan’.
7. Tanda Elipsis
(…)
·
Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
·
Tanda
elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
8. Tanda Tanya (?)
·
Tanda
tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
·
Tanda
tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
9. Tanda seru (!)
Tanda seru dipakai
sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya
peristiwa itu!
Bersihkan kamar
itu sekarang juga!
Masakan! Sampai
hati juga ia meninggalkan anak-istrinya!
10. Tanda kurung
((…))
·
Tanda
kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
·
Tanda
kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
·
Tanda
kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
·
Tanda
kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
11. Tanda kurung
siku ([…])
·
Tanda
kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah
asli.
·
Tanda
kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
12. Tanda Petik
(“…”)
·
Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau
bahan tertulis lain.
·
Tanda
petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
·
Tanda
petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
·
Tanda
petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
·
Tanda
baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik
yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung
kalimat atau bagian kalimat.
13. Tanda Petik
Tunggal ('...')
·
Tanda
petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
·
Tanda
petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing.
14. Tanda Garis
Miring (/)
·
Tanda
garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
·
Tanda
garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
15. Tanda
Penyingkat (Apostrof) (')
Tanda penyingkat
menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.